Menu Close

Penyebab Mengapa Seseorang Berubah Menjadi Atheis

Atheisme selalu menjadi sebuah topik yang menarik untuk dibahas. Atheisme adalah prinsip tidak yakin pada ajaran Tuhan. Pemikiran ini terbentuk dari pengalaman manusia. Hampir seperempat manusia di dunia terdiri dari orang-orang atheis. Hal ini telah menjadi salah satu pemikiran yang paling kontroversial dari evolusi manusia. Keyakinan ini juga dapat beragam sesuai dengan tempat, pengalaman, dan sistem nilai di dunia. Banyak orang terkenal yang menganut Atheisme seperti Karl Marx. Nilai-nilai seperti rasionalisme, ilmiah, dan logika, muncul dalam prinsip atheisme. Hingga saat ini, atheisme juga berkembang bersama dengan beragam agama dan menjadi bagian integral dalam masyarakat.atheis

Berkembang dalam suatu lingkungan dengan logika, seseorang merasa kesulitan untuk mengikuti suatu keyakinan atau agama saat dirinya dewasa. Meskipun menjadi bagian dari keluarga yang menganut keyakinan, ada saat orang tersebut merasa tidak puas jika agama tidak mampu menjawab semua pertanyaan yang timbul. Tak hanya itu, banyak sekali penyebab mengapa seseorang tidak mengikuti agama ataupun kepercayaan satupun. Berikut adalah daftar alasan mengapa seseorang dapat menjadi ateis.

Penyebab jadi atheis

Selalu merasa diawasi
Semua agama memiliki logo yaitu Tuhan melihat apa yang makhluk lakukan tiap saat. Hal ini berarti bahwa entitas yang tidak mengenal dimensi selalu mengawasi setiap orang ketika melakukan sesuatu baik secara pribadi atau di depan umum. Pemikiran ini membuat seseorang merasa khawatir bahwa dirinya selalu diawasi.

Agama
Berbagai agama terdapat di dunia, dan masing-masing dari mereka menyatakan bahwa mereka paling paling benar. Setiap agama mempunyai seperangkat keyakinan yang terkadang bertentangan agama-agama lain. Sebagai alasan yang ilmiah, hal ini menjadi jelas bahwa semuanya tidak mungkin benar. Setiap agama dipertahankan oleh penganutnya masing-masing. Setiap anak yang lahir dalam suatu keluarga yang menganut suatu agama cenderung untuk meneruskan kepercayaan dari orang tua. Pada sebagian besar kasus, anak-anak juga akan mengikuti agama yang diwariskan kepada mereka. Menurut atheis, hal semacam ini adalah cuci otak dalam bentuk pelecehan anak. Jika Tuhan memang benar-benar ada, maka semua orang tentu akan mengikuti agama yang sama, tidak implikasi dengan bermacam bentuk.

Tidak perlu pergi ke tempat ibadah
Seorang atheis berpikir bahwa hal ini tidak perlu dilakukan, karena ini akan menghemat waktu daripada pergi ke tempat-tempat peribadatan dan beralih untuk mengisi waktu dengan kegiatan lainnya. Dalam pola pikir atheis, pergi ke tempat ibadah dan berdoa, Tuhan akan mendengarkan dan mewujudkan keinginan. Hal ini dapat membuat seseorang akan kehilangan kepercayaan diri dengan percaya pada kekuatan tak terlihat mampu memberinya hal yang didambakan, seperti pekerjaan, harta, rumah, dsb, tanpa memprioritaskan pekerjaan yang harus dilakukan. Melalui rasa percaya diri, seorang atheis akan bertanggung jawab atas apapun yang terjadi dalam hidupnya.

Pembuktian yang lemah
Meski terdapat banyak ajaran agama, tidak ada bukti ilmiah yang mampu mendukung dengan jelas. Kitab yang ditulis pada zaman kuno seringkali tidak menganut pemahaman mengenai aspek ilmiah di dunia. Penulis-penulis kitab tersebut hanyalah pengamat tanpa bukti kuat untuk mendukung pernyataan mereka. Bahkan buku-buku tersebut tidak layak jika dianggap serius meski mempunyai jutaan penggemar. Banyak takhayul masih diikuti seluruh dunia yang tertawa atas oleh orang-orang dari negara-negara lain. Jika tidak terdapat bukti kuat dan memuaskan tentang keberadaan Tuhan, atheis menganggap tidak perlu diikuti.

Seorang atheis menganggap kegiatan keagamaan hanya membuang waktu dan tidak membawa kesejahteraan bagi seseorang dan memberikan hasil positif. Bahkan banyak sekali bencana yang terjadi di tempat ibadah, dimana pengikut dibunuhi dengan brutal. Waktu yang telah dihabiskan dalam kegiatan tersebut memang luar biasa akan tetapi hanya melayani tujuan kecil.

Related Posts