Menu Close

Sejarah Siddhartha Gautama Menjadi Buddha

Shakyas adalah sebuah klan yang berada di sebelah selatan Nepal. Negeri ini mempunyai raja bernama Shuddodhana Gautama. Di kala itu, istrinya Mahamaya hamil anak pertama dan dia bermimpi aneh dimana gajah telah memberkati dia dengan belalainya. Mimpi ini diyakini sebagai pertanda yang sangat baik pada saat itu.

Ketika tiba saatnya untuk melahirkan, Mahamaya melakukan perjalanan ke kerajaan ayahnya untuk bersalin. Sewaktu dalam perjalanan, rasa nyeri tak tertahankan sehingga dia harus melakukan persalinan di kota kecil Lumbini.

buddha

Anak yang lahir tersebut tidak seperti anak pada umumnya. Anak ini telah dapat membuka mata dan dapat berbicara serta berdiri setelah lahir. Hal ini dianggap sebagai suatu tanda bahwa ia telah datang untuk membebaskan seluruh umat manusia dari penderitaan. Sewaktu ia berjalan, bunga teratai muncul di tempat dia berpijak. Anak ini kemudian diberi nama Siddhartha yang berarti telah mencapai tujuan. Meski begitu, selang seminggu ibu kandungnya meninggal dan dia harus dibesarkan oleh Mahaprajapati, saudara ibunya.

Suatu ketika Raja Shuddodhana berkonsultasi pada Asita seorang peramal terkenal. Raja menanyakan tentang masa depan anaknya. Asita mengatakan kepadanya bahwa Siddhartha akan menjadi seorang bijak sebagai penyelamat kemanusiaan atau sebagai raja yang besar. Seperti yang diharapkan, Raja sangat ingin anaknya juga menjadi seorang raja penerusnya. Oleh sebab ini dia mencoba untuk melindunginya dari apa pun yang mungkin membuat anaknya mengambil kehidupan religius. Selama hidupnya, Siddhartha menghabiskan waktunya dengan dikelilingi oleh kemewahan.

Hingga pada akhirnya Siddhartha tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat dan terlatih dalam seni perang. Ketika tiba waktunya bagi dia untuk menikah, dia menikah dengan seorang putri kerajaan tetangga. Siddhartha dan Yashodhara menikah di usia 16 tahun.

Perjalanan sang Buddha


Makin lama berselang, Siddhartha merasa gelisah dan ingin mengenal dunia di luar kerajaan. Akhirnya dia menuntut ingin pergi keluar untuk bertemu orang-orang dan melihat negerinya. Shuddhodana kemudian memberinya izin setelah mengatur bahwa hanya kaum muda dan sehat untuk menyambut Siddhartha ketika keluar dari gerbang istana.

Sampai perjananan melewati Kapilavastu, dia melihat pemandangan bahwa terlihat beberapa orang tua yang sengaja berkeliaran di dekat rute yang dilewatinya. Kemudian dia juga melihat orang yang sakit parah dan yang terakhir dia melihat upacara pemakaman. Saat dia melihat semua ini, dia meminta pengawalnya sekaligus temannya Chandaka, mengenai arti dari semua itu. Chandaka memberitahukan mengenai kebenaran hidup dan ini adalah kenyataan bahwa kita semua menjadi tua, sakit, dan mati.

Pada umur 29 tahun, Siddhartha mulai tidak menyukai dengan apa yang terjadi sebelumnya. Suatu malam, dia meninggalkan istana dengan Chandaka pengawalnya setelah berpamitan dengan istri dan anaknya Rahula yang barus saja lahir, meski saat itu mereka sedang tertidur. Setelah dalam perjalanan keluar, dia memberikan kudanya untuk Chandaka dan menyuruhnya untuk kembali ke istana. Untuk sementara setelah ini, Siddhartha belajar di bawah naungan guru yang terkenal, meski kemudian dia pergi karena tidak menemukan kepuasan.

Siddhartha mulai melatih dirinya dengan matiraga dan berperta mirip dengan praktek oleh sekelompok pertapa. Dia melakukan ini tanpa makanan dan air, hingga mencapai kondisi hampir mati. Suatu hari Siddhartha merasa bahwa dia harus makan dan minum, kemudian mandi di sungai.

Kemudian Siddhartha memutuskan untuk duduk di bawah pohon dan bertapa lagi hingga akhirnya dia menemukan jawaban atas semua masalah. Dia mulai mengingat kehidupan sebelumnya dan mampu melihat segala sesuatu yang terjadi di alam semesta. Pada saat itulah dirinya mencapai tingkat pencerahan dan menjadi Buddha.

Related Posts